DMC Dompet Dhuafa dan ICRC Indonesia Gelar Pelatihan Penanganan Jenazah Akibat Bencana Alam

Tangerang Selatan—Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa didukung Komite Internasional Palang Merah (ICRC) menggelar seminar & lokalatih tentang “Penanganan Tahap Awal Korban Meninggal dalam Situasi Bencana” Rabu (21/09/2022).

Bertempat di markas besar DMC Dompet Dhuafa, Pondok Ranji, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan para peserta dari berbagai unsur dan komunitas menggeluti pelatihan ini.

“Kita yakin tanggung jawab penanggulangan bencana di Indonesia itu adalah tanggung jawab semua pihak. Di mana kita bisa berkolaborasi satu sama lain saling menguatkan dan teman-teman adalah garda terdepan dalam emergency response,”jelas Haryo Mojopahit selaku Chief Executive DMC Dompet Dhuafa.

Pelatihan ini adalah model percontohan untuk menyusun standar baku kurikulum mengenai manajemen jenazah saat darurat untuk penolong pertama atau yang biasa dikenal Management of The Dead. Ini untuk memastikan jenazah diperlakukan secara bermartabat, dikelola secara baik, dan diketahui identitasnya sampai kembali kepada keluarga dan masyarakat.

“Management of The Dead adalah apapun mekanisme atau prosedur yang dilakukan untuk menangani jenazah. Baik dimulai  dari saat ia ditemukan sampai dengan dikembalikan kepada keluarganya dan dimakamkan. Konteksnya adalah bencana ataupun situasi kedaruratan lainnya. Tidak ada unsur criminal dan investigasi,”terang dr. Sari Lestari Tjiang selaku Forensic Specialist dari ICRC.

Sebelumnya teman-teman sudah mendapatkan pembekalan materi dari masing-masing pihak penanggulangan bencana dan unit forensik yang berlokasi di Hotel Sutasoma, Kelurahan Pulo, Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan, Selasa (20/09/2022).

Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dari tahun 2012-2021 ada 10.490 jiwa meninggal dunia artinya setiap harinya selama 10 tahun diperkirakaan ada tiga (3) jiwa yang meninggal dunia akibat bencana alam. Hal ini dikarenakan sebagian masyarakat Indonesia tinggal di wilayah yang rawan bencana alam.

“Lebih dari 53 ribu desa/kelurahan berada di daerah rawan bencana di Indonesia. Lebih dari 51 juta keluarga di Indonesia tinggal di daerah rawan bencana,”pungkas Pangarso Suryotomo selaku Direktur Kesiapsiagaan BNPP dalam paparannya.

Aprianto Praptomo selaku dari bagian Bidang Rescue Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS) menambahkan bahwa koordinasi merupakan salah satu kunci dalam proses penanganan korban bencana alam dan non-alam.

“Silahkan hubungi posko. Jangan sesekali teman-teman di lapangan memberi statement. Karena ketika kita bergerak ada proses terlebih dahulu. Sehingga (sumber) persebaran informasinya jadi satu,”ujar dalam paparannya.

Penanganan tahap awal untuk korban meninggal dalam situasi bencana yang terjadi memiliki langkah-langkah untuk memastikan terkumpulnya dan terjaganya data untuk membantu tim Disaster Victim Identification (DVI) melakukan identifikasi korban.

Identifikasi korban juga memiliki proses dan alur yang harus dilalui. Sehingga masyarakat tidak semena-mena dalam menangani jenazah. Baik jenazah korban bencana alam maupun non-alam.

“Harus ada yang melaporkan bahwa ada yang hilang atau kemungkinan menjadi korban,”aku AKBP dr Wahyu Hidayati Dwi Palupi selaku Kasubbid Doksik Bid Kesnardoksik Ro Dokpol Pusdokkes Polri.

M. Fikri Pido selaku Senior Program Officer for Humanitarian Affairs dari ICRC menambahkan pentingnya kesepahaman dan kesadaran yang luas serta beragam terkait penanganan jenazah. Baik dari segi agama, budaya, sosial dan lainnya.

Disadari masing-masing masyarakat memiliki pemahaman tentang penanganan jenazah yang berbeda-beda. Sehingga seorang relawan penanggulangan bencana tidak semena-semena melakukan penanganan jenazah.

“Jika kita tidak punya pegangan bagaimana (contoh) suatu agama melihat suatu pemulasaran jenazah. Dikhawatirkan akan clash. Itu yang tidak kita mau. Sehingga strategi terpenting adalah dialog,” ujar M. Fikri Pido selaku Senior Program Officer for Humanitarian Affairs dari ICRC.

Hal serupa juga diutarakan oleh Mahfud bagian Kepala Sub,Divisi Kesehatan Darurat Palang Merah Indonesia. Menurutnya jenazah juga memiliki hak yang wajib diberikan.“Tujuan alur manajemen jenazah yakni melindungi hak-hak korban meninggal, memaksimalkan peluang jenazah teridentifikasi, memudahkan proses pengembalian ke keluarga dan menjadi sumber data demografis serta epidemiologis,”jelas Mahfud.

Melalui pelatihan ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas seluruh pegiat kemanusiaan dari berbagai unsur dan komuniatas dalam melakukan penanganan jenazah. Sehingga dengan demikian, pegiat kemanusiaan dapat memberikan pelayanan terbaik dan humanis bagi semua warga terdampak bencana, khususnya di penanganan jenazah korban bencana alam.