Menginjak pekan kedua, kami sudah mulai beradaptasi dengan cuaca dingin dan lingkungan sekitar. Bahkan, perlengkapan yang disiapkan Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) dan dukungan KBRI Turki sangat membantu dalam kegiatan kemanusiaan tersebut.
Salah satu hasilnya, di lokasi itu tepatnya di Kota Ardicli, Hassa, Provinsi Hatay telah dibangun Rumah Sakit Lapangan yang dioperasikan oleh INA-EMT dengan memiliki 119 personil dari unsur Kementerian Kesehatan, TNI, Polri, IDI dan asosiasi-asosiasi dokter spesialis, PMI, NGO.
Lalu, kami pun membuka UGD 24 jam, Poliklinik dan support program psikososial bagi anak-anak korban. Meski hampir setiap hari ada gempa susulan, tidak menyurutkan semangat kami untuk terus menjalankan misi ini.
Sebenarnya, seluruh rumah sakit permanen di wilayah terdampak gempa sudah diaktifkan kembali. Tapi, keberadaan RS Lapangan sangat membantu mengurangi beban rumah sakit yang ada. Khususnya RS Lapangan Indonesia, dalam sepuluh hari terakhir paling tinggi jumlah pelayanannya dibandingkan dengan rumah sakit lapangan lainnya di Provinsi Hatay.
Untuk program psikososial dilakukan oleh dr. Dimas Tri Anantyo Sp. A. Beliau adalah dosen Ilmu Kesehatan Anak, Divisi Neonatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Dipenegoro , Semarang, Jawa Tengah.
Di lokasi Rumah Sakit Lapangan ada sekitar 150 anak yang menjadi korban gempa. “Tugas kami adalah menghilangkan trauma pada anak pascagempa. Tentu mereka mengalami trauma berat karena ditinggal orang-orang tercinta,”ujar dr. Dimas, Sp A. Salah satu cara untuk menghilangkan trauma, anak-anak diisi berbagai kegiatan seperti permainan tebak gambar, angka dan pertunjukkan sulap. “Alhamdulillah, kegiatan itu disambut gembira, antusias dan sangat terkesan bagi anak-anak,” ujar Beliau.