Napak Tilas Dapur Umum di Indonesia

Rekam jejak dapur umum memiliki perjalanan yang panjang di Indonesia. Dapur umum sendiri dimaknai sebagai tempat pengolahan kebutuhan pangan yang layak, higienis dan pemenuhan gizi bagi masyarakat secara cuma-cuma. Dalam abad ke-21 ini, dapur umum bisa ditemukan di tempat pengungsian terdampak bencana.

Sejarah dapur umum bisa dilihat dalam penelitian yang berjudul Dapur Umum Masa Perang Kemerdekaan II di Yogyakarta (2013) ,yang ditulis oleh Winarni, V.Agus Sulisyo, dan Yustina Hastrini Nurwanti.

Ibu Ruswo dan Ibu Djojodiguno merupakan figur penting dalam perkembangan dapur umum di Indonesia. Pada periode 1946 – 1949, dapur umum termasuk dalam agenda Badan Oeroesan Makanan (BOM) yang dipimpin oleh Ibu Ruswo dan Ibu Djojodiguno.

Dapur umum yang dikelola Ibu Ruswo mulai operasi semenjak Peristiwa Kotabaru pada tanggal 6 dan 7 Oktober 1945.

Bersama dengan para ibu dan pelajar Kota Yogyakarta, mereka membuat bantuan logistic berupa makanan yang akan digunakan untuk para tentara di garis depan Kotabaru.

Adapun markas dapur umum yang dikelola Ibu Ruswo berpusat di gedung Jalan Senopati. Kegiatan Ibu Ruswo dalam dapur umum dilaksanakan terus sampai Serangan Umum 1 Maret 1949.

Selain dua tokoh perempuan di atas, terdapat juga tokoh penting lainnya dalam berkembangnya dapur umum di Indonesia, yakni Nyai Ahmad Dahlan. Ia selalu menyerukan pendirian dapur umum kepada para wanita demi menyokong perjuangan para tentara di garis depan.

Hingga akhirnya Nyai Ahmad Dahlan meninggal pada 31 Mei 1946, perjuangannya dalam mendirikan dapur umum di Indonesia tetap ada hingga saat ini.

Dalam sumber yang berbeda, Pemuda Puteri Republik Indonesia (PPRI) yang dipimpin Loekitaningsih memasukan dapur umum dalam awal-awal aktivitasnya.

Bersama Ny.Sobari selaku ketua, dan ditemani oleh Ny.Soebekti, Ny.Soedjono, Ny.Sunsalah, serta Ny.RS Supandhan. Lokasi awal pembentukan dapur umum tersebut berada di Jalan Pregolan, dengan cangkupan penerima manfaat meliputi seluruh kota.

Pengiriman makanan dapur umum dilakukan menggunakan keranjang atau besek nasi bungkus yang dititipkan kepada kereta api. “Kereta api yang menuju Surabaya, makin dekat semakin penuh dengan titipan makanan bagi para pejuang,”tulis Loekitaningsih, dalam Lahirnya Kelasykaran Wanita dan Wirawati Catur Panca (dimuat Historia).

Selanjutnya